Pengalaman Kami: Kualitas Alumni India

Oleh: Adlan Bagus Pradana, Mahasiswa S2 Electrical Engineering, IIT Delhi

—————————————————Kuliah Kok ke
India?—————————————————–

Mengapa India…??? Hmmm…seorang teman lama yang saya hormati bertanya mengapa saya harus meninggalkan pekerjaan mapan dan fasilitas serba gratis saya di Papua untuk kuliah di India. Untuk menjawabnya
pertanyaan tersebut harus saya urai dulu menjadi 2 pertanyaan. 1, sekolah lagi, 2, di India.

Yang pertama sekolah lagi. Sekolah di luar negeri sudah saya damba2kan sejak lulus SMP. Waktu itu saya melamar beasiswa di Singapura bersama teman saya yang sekarang sudah jadi Komandan Brimob di Bogor. Gagal.
Yah itulah pengalaman pertama saya. Lulus SMA saya coba lagi peruntungan saya melamar beasiswa di Jepang atau yang terkenal dengan beasiswa Monbukagakusho. Lagi2 gagal. Sebelumnya saya ingat sekali bahwa setelah saya lulus saya mengefax (bener gak sih tulisannya) ratusan aplikasi beasiswa ke berbagai negara dengan alamat yang saya dapatkan dari CD interaktif UMPTN. Rata2 membalas bahwa tidak ada beasiswa untuk undergraduate (S-1). Ada 1 yang malah mengirim buku mengenai negaranya, kalau tidak salah Austria. Lulus dari perguruan tinggi saya ditawari mengajar di almamater saya, yang tentu saja merupakan jaminan bagi saya untuk mendapatkan beasiswa. Karena fakultas teknik almamater saya tergabung dengan jaringan Asean University Network (AUN) maka saya berhak untuk mengikuti beasiswa yang namanya AUN SEED NET. Untuk jurusan saya, Teknik Elektro maka pilihan pertama adalah universitas di Singapura antara Nanyang Technological University (NTU) atau National University of Singapore (NUS) dan pilihan kedua adalah Chulalongkorn University (CU) di Thailand. NUS dan NTU adalah pilihan pertama untuk semua jurusan teknik, jadi peluangnya kecil sekali, sedang pilihan kedua hampir di tangan, apatahlagi kalau kita berstatus dosen. Karena saya pikir NTU dan NUS peluangnya kecil dan kalau diterima di CU maka harus diambil, saya tidak jadi mengambil kesempatan itu. Thailand kurang keren pikir saya. Lagipula tawaran untuk jadi dosen urung saya ambil karena saya tergoda oleh nilai rupiah yang ditawarkan oleh salah satu perusahaan alat berat di Jakarta.

Maka bekerjalah saya di perusahaan alat berat itu. Saya diterima bersama 13 orang lainnya dari berbagai universitas di Indonesia. Kami harus melewati berbagai pelatihan untuk nantinya disebar di seluruh cabang perusahaan tersebut yang ada di seluruh nusantara. Setelah setahun tibalah saatnya bagi kami untuk dikirim ke cabang2 yang membutuhkan. Teman2 saya seingat saya tidak ada yang mau untuk dikirim ke Papua, rata2 ingin ditempatkan di Jakarta atau Surabaya. Hanya 1 orang yang geblek, yaitu saya sendiri yang sangat berminat dikirim ke sana. Ketika ditanya alasannya singkat saja jawaban saya, uangnya lebih banyak, dapat berbagai fasilitas, cuti lebih banyak. Sangat2 pragmatis sebagai seorang mahasiswa.

 

Maka bekerjalah saya di Papua. Namun semangat saya untuk sekolah di luar negeri (LN) masih belum padam. Hampir setiap malam saya selalu berselancar di dunia maya untuk melihat2 peluang beasiswa yang ada. Prinsip saya waktu itu di mana saja, jurusan apa saja, yang penting di LN. Sampai suatu malam saya membaca informasi mengenai studi di India. “India…??? Mau jualan kain..?? Apa mau buat film..??” Begitu pikir saya. Setelah saya baca ternyata India merupakan negara yang cukup maju. GDP-nya 5 besar di dunia. Dan yang mengagetkan saya insinyur2nya tersebar di seluruh dunia, dari NASA, Microsoft sampai perusahaan lokal macam KPC di Kalimantan. Wow. Boleh juga ni. Saya baca lagi ternyata biaya kuliahnya dan biaya hidupnya tidak terlalu mahal. Bayarable (bisa dibayar) pikir saya. Untuk teknologi universitas yang terbaik di India adalah Indian Institute of Technology (IIT). Ada 8 IIT di seluruh India; Bombay, Delhi, Kanpur, Kharagpur, Guwahati, Roorkee, Madras, dan Bangalore. Namun sayang untuk masuk ke sana harus melalui tes yang sangat sulit, namanya Graduate Aptitude Test for Engineer (GATE). Dan untuk orang asing biayanya sangat mahal USD 4000/semester. Maka sebagai alternative saya mencari universitas yang bagus di luar IIT. Sampailah pilihan saya ke Delhi University (DU).

Selain peringkatnya bagus, letaknya di kota Delhi sehingga saya pikir aksesnya gampang kalau sewaktu2 saya harus pulang ke Indonesia. Maka saya bertekad saya akan mencari beasiswa sambil menabung. Jika sampai 2010 akhir dimana ikatan dinas saya selesai saya belum dapat beasiswa, maka saya akan melamar ke DU dengan biaya sendiri. Teman2 saya berkata “Cari uang susah2 ke Papua kok cuma dibuat sekolah”. Jawaban saya adalah, “Men, sekolah di LN itu impian saya. Daripada nanti saya mati jadi arwah penasaran, lebih baik saya capai cita2 itu, tak peduli berapa biayanya”.

Maka sejak saat itu saya menjadi scholarship hunter. Setiap ada peluang beasiswa selalu saya ikuti. Dari informasi di internet selalu saya dapati bahwa lembaga pemberi beasiswa rata2 mensyaratkan pengalaman minimal 2 tahun kerja. Waduh, berarti saya harus tunda lagi dong, begitu pikir saya. Sambil menunggu pengalaman kerja saya 2 tahun saya persiapkan semua syarat yang diperlukan untuk melamar beasiswa seperti paspor dan TOEFL. Beruntung bagi saya karena cuti yang lumayan banyak saya jadi punya kesempatan untuk melengkapi berkas2 saya di waktu cuti tersebut. Untuk tes TOEFL karena harganya yang mahal (untuk Internet Based Test/IBT), dan di Papua tempat saya bekerja tidak ada yang mengadakannya maka strategi saya adalah setiap pulang cuti saya selalu ikut TOEFL like test di universitas adik saya. Ketika saya sudah PD barulah saya daftar TOEFL IBT yang mahal itu. Alhamdulillah skor saya lumayan bagus. Cukuplah kalau untuk melamar di berbagai universitas di Australia. Ternyata umumnya lembaga pemberi beasiswa lebih berminat untuk memberi beasiswa ke Pegawai Negeri Sipil (PNS), pekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau sejenisnya yang untuk kepentingan orang banyak. Karena saya adalah pekerja swasta, saya pikir saya harus membuat nilai jual saya lebih tinggi di mata lembaga pemberi beasiswa. “Apa ya…???”, pikir saya. “Ah, gimana kalau dosen lepas”. Maka saya cari2 adakah universitas di tempat saya bekerja.

Ternyata ada, namanya adalah Politeknik Amamapare. Ternyata walaupunada di internet, untuk mencarinya di dunia nyata tidak semudah pencarian di gugel. Hampir semua tukang ojek tidak tahu. Sampai akhirnya suatu malam saya sampai ke Politeknik itu dan bertemu dengan salah seorang dosennya. Di situ saya sampaikan minat saya untuk mengajar di sana. Diterima. Memang di samping untuk meningkatkan nilai CV saya, mengajar adalah salah satu hobi saya. Ternyata ada lagi halangan. Untuk melamar beasiswa dibutuhkan ijazah yang diterjemahkan.

Sementara ijazah saya ditahan oleh perusahaan saya selama ikatan dinas 3 tahun. Tapi dasar namanya penjahat, saya lapor ke kampus saya kalau ijazah saya hilang dan saya minta surat keterangan pengganti ijazah. Setelah suratnya datang saya pamerkan ke HRD di kantor saya. Ambil tuh ijazah. Saya dah ada gantinya. Betul2 geblek saya….

Selama menjadi scholarship hunter, beasiswa yang pernah saya daftarkan adalah beasiswa ADB-JSP di IIT Delhi (India), DAAD (Jerman), BGF (Prancis), ALA (Australia) dan ADS (Australia). Beasiswa DAAD saya pernah ditelepon petugasnya karena saya asal2an mendaftar di universitas yang ternyata tidak ada jurusan yang saya tuju. Saya pikir waktu itu karena Jerman adalah pusatnya teknologi maka setiap universitas pasti ada jurusan yang saya mau. Beasiswa BGF tidak ada berita. Beasiswa IIT Delhi juga tidak ada berita. Suatu ketika ada email dari beasiswa ALA di inbox saya. Alhamdulillah
ya Allah akhirnya kesempatan itu datang juga. Beasiswa ALA ini agak unik, karena sebelum melamar beasiswa kita diharuskan untuk melamar univeritas dulu dari daftra universitas yang mereka berikan. Karena prinsip saya adalah yang penting di LN maka saya daftarkan diri saya di hampir semua universitas yang ada di daftar, tak peduli jurusan apa. Kalau ada elektro syukur, kalau gak ada teknik yang agak umum, kalau gak ada manajemen ya nggak apa2. Ada 3 universitas yang menerima saya Univerity of Tasmania (UTAS), Canberra Univeristy dan 1 lagi saya lupa. Untuk pendaftaran di ALA saya pilih yang UTAS dengan jurusan Resource Management. Keren juga jurusannya. Singkat kata saya dipanggil ke Jakarta untuk wawancara. Saya Tanya ke petugasnya (yang belakangan setelah beberapa tahun baru saya tahu ternyata saudara jauh dengan saya). “Ada berapa orang Mbak yang wawancara”. “25 orang Pak”. “Untuk berapa orang beasiswanya”. “Biasanya 15 orang dari Indonesia Pak”. Terbersit optimisme di hati saya, 15 dari 25. Saya dari Indonesia timur which is lebih diprioritaskan, Australiaaaa….. saya dataaaaa…….nggggg…. Beassiwa ALA ini memang mantap betul, mereka menyediakan tiket dari Papua ke Jakarta. Tapi karena kebetulan pada tanggal wawancara saya cuti di Surabaya, saya minta tiket dari Surabaya ke Jakarta saja. Selain itu, mereka juga menyediakan penginapan di hotel di Jakarta, yang belakangan saya tahu harganya sangat mahal. Sebagai persiapan wawancara, saya baca lagi keterangan mengenai jurusan saya yang cukup keren tadi. Oh my God…, ternyata mengenai pertanian, dimana salah satu mata kuliahnya tentang ilmu
tanah. Ah maju terus pantang mundur. Belajar listrik yang gak keliatan saja saya bias, apalagi tanah. Begitu pikir saya. Dan saya pun mengikuti sesi wawancara di Jakarta dengan penuh percaya diri. Utusan Papua pikir saya. Dan hasilnya gagal maning son…..Beberapa bulan kemudian ALA mengirimkan email yang menyatakan bahwa saya tidak diterima. Hancurlah hati saya. Ternyata saya terlalu percaya diri dan optimis yang ternyta sudah bergeser ke sombong yang mana sangat dibenci Tuhan.
Hampir setahun kemudian ada email dari IIT Delhi yang meminta saya mengirimkan surat keterangan pendapatan setahun. “Lho ada juga kabarnya setelah 1 tahun”, begitu pikir saya. Sebulan kemudian datanglah pengumuman itu kalau saya diterima di IIT Delhi. Saya langsung loncat2 kegirangan. “Alhamdulilah, tengkyu ya Allah….I love U full…..” Jadi begitulah ceritanya mengapa saya sampai di India. “Oooo….jadi kebetulan to…???”. “Menyesal..??” Tentu saja tidak. Setelah saya cek di internet bersdasarkan peringkat Time Higher Education Suplementary (THE) di www.topuniversities.com untuk electrical engineering IIT Delhi adalah peringkat 41 mengungguli universitas2 terkenal seperti Kyoto University (Jepang), TU Delft dan TU Eindhoven (Belanda), dan John Hopkins University (USA). Bahkan tidak ada 1 pun universitas di Jerman yang peringkatnya lebih tinggi dari IIT Delhi. Itu pulalah jawaban kenapa teman kamar saya adalah exchange student dari TU Darmstadt Jerman. Hal yang lain adalah beberapa hari setelah saya kuliah berlangsung acara wisuda. Setiap tahunnya pada acara wisuda diadakan pula acara yang namanya Alumni Distinguish Award. Untuk tahun 2010 salah satu penerimanya adalah Prof Harbir Singh, Dekan Wharton Business School University of Pensylvania. What …??? Dekan Wharton Business School orang India…??? Yups… dan ternyata dia cuma salah 1 orang ajaib penerima Alumni Distinguish Award lainnya dengan reputasi internasional seperti peneliti NASA dan Microsoft. What…??? NASA..?? Microsoft…?? Lebih jelasnya baca sendiri saja, http://indest.iitd.ac.in/alumni/Dist.%20Award/Alumni%20Award.htm.
Jadi begitulah gambaran mengenai pendidikan di India, walaupun belum banyak terdengar oleh kita di Indonesia, tapi rupanya sudah cukup terdengar di Amerika dan dunia.

24 Responses

  1. waah , pengalamannya menginspirasi bgt ! selamat ya atas pencapaiannya . kereeen 🙂
    perkenalkan saya ludhini. sekarang saya kelas 3 di sekolah kejuruan smakbo (di bogor). sy pgn bgt kuliah di IIT delhi jurusan chemical engineering setelah lihat videonya di youtube. apakah ada beasiswa untuk melanjutkan ke S1 ? Bagaimana cara mendapatkannya ?
    mohon bantuannya ya

    silakan coba beasiswa ICCR ke India, dibuka tiap bulan desember. selamat mencoba…,
    ZIP

  2. halo pak adlan, salam kenal yah 🙂

    saya salut dengan perjuangan bapak dalam menggapai impian utk bisa lanjut kuliah di luar negeri. ini jadi motivasi juga buat saya yg ‘sangat ingin’ lanjut kuliah di india…

    btw waktu diterima di IIT Delhi, apa pak adlan tetap ikut tes GATE??

    thanks

  3. halo pak adlan, salam kenal yah

    saya salut dengan perjuangan bapak dalam menggapai impian utk bisa lanjut kuliah di luar negeri. ini jadi motivasi juga buat saya yg ‘sangat ingin’ lanjut kuliah di india…

    btw waktu diterima di IIT Delhi, apa pak adlan tetap ikut tes GATE??

    thanks

    untuk berinteraksi langsung dgn temen2 PPI-India silakan masuk “chat group ppi-india” via facebook. thx.
    ZIP

  4. menginspirasi sekali pak adlan,sy sgt ingin melanjutkan kuliah di LN,tp kendalanya sy PNS,pasti perlu ijin atasan,entahlah itu kendala atau bukan,tp impian itu selalu ada di dada sy..

  5. mau nanya mas. saya seorang PNS, baru-baru ini instansiku dapet penawaran beasiswa Techical Cooperation Scheme Colombo Plan Institute of Applied Manpower Research Delhi, India

    Yang mau saya tanyakan, kira2 kita dapet allowance fee brp sih mas. Kira2 ckp gak buat biaya kuliah selama di sana (atau bahkan bisa nabung 🙂 )

    Terimakasih

  6. ass, teman2 ppi yang terhormat, saya ingin tanya kuliah s1 dengan uang sendiri jurusan IT komputer di india dari pertama masuk sampai lulus kira2 berapah juta ya? orang tua saya tanya biaya itu, mhon dijawab terima kasih wassalam, sahrillana

  7. mas, mau tanya. saya mahasiswa S1 – teknologi informasi, fakultas teknik (dulunya pernah di bawah departemen teknik elektro, tapi sekarang sudah jadi departemen tersendiri). kalau biaya hidup sama biaya kuliah di IIT brp?
    bagaimana kiat mas agar diterima di sana,
    terutama dengan jalur beasiswa??
    saat ini saya sdh duduk si smester 5,
    dan tahun depan,
    saya sdh siap menyelesaIkan tgs akhir.

    mohon bimbingannya mas.
    trims.

  8. Assalammualaikum Mas… Salam Kenal nama saya Lutfi.. Wah… saya salut dengan cerita mas Adlan Bagus Pradana.. Kisah sang pemimpi “lewat”,,, hehehe.. btw saya juga ada impian untuk mengambil Studi Master (S2) Arsitektur atau Desain Interior di India, saat ini saya masih study S1 semester 5 di Institut Seni Indonesia Denpasar, Jurusan Desain Interior, saat ini juga saya sedang mengikuti pertukaran pelajar selama satu semester di Thammasat University Thailand.
    Kenapa saya pilih India,, karena saya sangat senang dengan Arsitektur-arsitektur dan seni rupa India, budaya dan masyarakatnya juga.
    Saya sangat berkeinginan sekali mendapatkan beasiswa studi di Universitas di India, syukur-syukur bisa dapat di Delhi University.. saat ini juga saya lagi berusaha keras untuk bisa mempersiapkan diri, kalau bisa habis lulus kuliah S1 bisa langsung mendapatkan beasiwa ke LU.. Amin,,, Oleh karenanya,, saya mengharap mas Adlan Bagus Pradana untuk bisa memberikan informasi-informasi apa saja mengenai Beasiswa Studi di India,, Khususnya di Delhi University atau IIT Delhi. Ini alamat e-mail saya [ilutfiatun@gmail.com] atau di alamat Facebook saya [ http://www.facebook/ilutfiatun ] … So dari latar belakang pendidikan saya yang bukan dari Teknik tapi lebih ke Seni dan Desain,, kira-kira peluang untuk mendapatkan Beasiswa S2 Arsitektur atau Desain Interior di Delhi Univ. atau IIT Delhi bisa gak Mas? terima kasih… ^,^V

  9. aku sering banget dateng kesini, meski gak kasih komen tapi aku baca hampir semua tulisan, belum ada artikel yang baru kah? trus kenapa web-nya yang ppiindia.org udah ga aktif lagi 😦

  10. mau tanya universitas di india mana yang bagus untuk jurusan business, manajemen, dan ekonomi ? di jawarhal nehru univ / dehli univ / AMU ?
    Kemudian, universitas di india yg fasilitasnya lengkap apa ya?

  11. hmmm…
    salm knl smua nya…
    saya mau tnya, Universitas mna yg ada jurusan kedokteran nya d india…??
    trus,gmna cara masuk nya…???

  12. Salam kenal….
    mau tanya mas,gimana kalau jurusan ekonomi di india, saya lagi ambil master di universitas indonesia, pengen melanjutkan ambil Ph.D di India, ada rekomendasi ngg…? Thx

  13. saya tertarik melanjutkan S3 ke india,saat ini saya sedang mengambil S2 di universitas indonesia, bisa bantu rekomendasi…? thx

  14. […] – The Post — The PostUnc JeffersonMiddletown Public LibraryConserve School at Isthmus Green DayPPI-India.Perhimpunan Pelajar Indonesia di India .recentcomments a{display:inline !important;padding:0 !important;margin:0 !important;} […]

  15. Mau dong ke india, minta surat referensinya dong Mas..

  16. hallo mas perkenalkan nama saya radhika, saya baru lulus S1 Broadcasting di Indonesia , jika ingin melanjutkan kuliah di india sebaiknya di universitas apa ya mas,, atau universitas yang membuka beasiswa??? tolong dijawab ya mas. thx

  17. Hallo , nama saya enno, kebetulan ada saudara saya yang sedang mengambil program Master di Program Electrical Engineering, dan kami sangat membutuhkan informasi tentang Course 2 singkat yang bisa diambil di india ( nama tempat , alamat dan contact personnya) , krna saudara saya mengalami kendala di pengerjaan Thesisnya , perlu diketahui bahwa dia mempelajari tentang Fuzzy Logic, apakah bapak2 bisa memberikan informasi ? Terimakasih banyak

  18. Thanks bgt utk informasix….
    Jd cpt pgn,ke,india

  19. Ass. pagi mas adlan saya mau tanya kalau di Univ. delhi ada beasiswa perfilman ataw broadcasting kebetulan saya sudah lulus S1 dan ingin melanjutkan ke S2, dan berminat belajar di india.?? mungkin bisa membantu tolong balas ke email saya hadyanjar@gmail.com atau bs ke twiter @anjaranyhady_ terimakasih

  20. He he he… lovely experience

Leave a reply to evy nurjannah Cancel reply